My life melody

My life melody

Monday, October 24, 2011

Internship oh Internship... part 3

Minggu keenam

Melepaskan sejenak kegiatan tulis - menulisku adalah hal yang kutunggu. Memasukkan data, mencari istilah - istilah kuliner adalah hal yang mengasyikkan. Beberapa hari sibuk mencari kata - kata baru dalam istilah kuliner memberikan sedikitt keceriaan dalam wajahku. Minggu sebelumnya begitu membuatku penat. Penat dengan semua yang kuhadapi. Waktu demi waktu kuhitung dan berharap Tuhan mempercepat putaran rotasi bumi. Jangan 24 jam! Terlalu lama aku menunggu hari - hari magang ini selesai.

Minggu ketujuh

Minggu di mana aku disibukkan oleh kedua sahabatku. Mereka yang magang di Jakarta menitipkan laporan magang mereka padaku. Menanyakan setiap elemen yang harus ada pada laporan mereka merupakan cara mereka berinteraksi denganku kali ini. Jenuh itu sementara menghilang, digantikan rasa kangen yang dalam pada mereka. Bercanda bersama, tertawa bersama, pusing bersama, makan bersama, curhat berlama - lama dengan mereka adalah hal yang menurutku lama terhilang dari kehidupanku. Tawa mereka digantikan oleh tawa teman - teman kantorku saat ini. Ketika injury time dimulai, segala sesuatu bisa menjadi sangat lucu. Kata - kata "SWT", "CKCK", "Duh" dan segala berita yang unik kami bahas dan tertawakan. Satu kata yang membayangiku adalah "Kangen".

Minggu kedelapan
Aku mulai menghitung berapa lama lagi aku harus melakukan rutinitas ini? Tinggal 21 hari kerja lagi. Aku menyemangati diriku. Aku yang tidak pernah tahan dengan sesuatu yang sama berulang kali, mulai belajar arti kata proses. Bukan hal yang mudah menjalankan hal ini. Tanggung jawabku sebenarnya hanya menyusun ulang beberapa dokumen perusahaan. Namun, proses itu butuh waktu yang lama. Menyamakan persepsi dengan pimpinan, memberikan konsep - konsep dari internet, menyusun satu per satu bagian yang ada, membetulkan tata tulis dan sebagainya butuh waktu yang sama. Jika kau bukan orang yang sabar, proses ini sangatlah membosankan. Meskipun
bosan, aku harus semangat menjalankannya. Ini proses belajarku. Aku pasti bisa. Dengan penyertaan Tuhan, dukungan keluargaku dan bantuan teman - teman kantor yang merasakan hal yang sama membuatku bertahan.

Minggu kesembilan
Ingin rasanya libur sehari saja. Namun, jika itu kulakukan maka tanggung jawab yang diberikan pimpinan padaku tidak akan selesai - selesai. Aku harus bersemangat menjalaninya. Aku belajar bergantung pada Tuhan. Teguran dari pimpinan pun harus kurasakan, lantaran aku melakukan kesalahan. Walau hanya masalah tata tulis (salah set ukuran halaman), aku harus melakukan pemeriksaan ulang untuk setiap detil tata tulisku. Membacanya satu per satu, memperhatikan margin, memperhatikan titik koma, melihat ukuran halam
an harus kulakukan. Bahkan, sampai terlalu kecil yang harus kuamati, aku merasa mual hari itu. Tidak berhenti hingga itu saja, teguran kembali datang ketika aku lupa memberikan nomer halaman dengan tepat. Minggu ini aku belajar bahwa kadang kesalahan yang sangat kecil sekalipun merusak segala yang kita buat. Aku belajar memperhatikan dengan detil.

Minggu kesepuluh
Tugas dan tanggung jawab yang diberikan pimpinan perusahaan telah kuselesaikan. Beliau memberikanku kebebasan untuk melakukan tanggung jawab kuliahku. Aku mengingat ada satu hal yang perlu diperbaiki, laporan kepada klien. Tidak ada peraturan khusus untuk itu. Aku berinisiatif memperbaikinya. Hal ini menyenangkan untukku. Aku tidak perlu lagi untuk dikejar target menyelesaikan tugasku ini. "Take your time!" a
dalah kata - kata yang menyenangkan. Tidak lagi ada target adalah yang kutunggu. Aku merasa diriku semakin bisa melihat bagaimana Tuhan merancangkan sebuah proses belajar gaya baru untukku. Bentukannya sangat menyiksaku, tapi setelah melaluinya aku melihat rancanganNya yang indah.

Minggu kesebelas
483 jam sudah aku melakukan rutinitasku, berproses, m
enjadi salah satu bagian dari perusahaan yang sedang berkembang ini. Minggu terakhirku, pimpinan memberikan tugas untuk menyelesaikan laporan magangku. Aku bisa menambahkan informasi - informasi pada laporanku. Hingga akhirnya, selesailah magangku. Aku lega, karena hari - hari proses beratku telah berakhir. Namun, sedih juga kurasa ketika harus meninggalkan semua teman - teman baruku yang begitu ramah. Ketika kami semakin dekat, kami harus berpisah. Namun, semua hal yang kualami bersama mereka adalah kenangan yang takkan terlupakan. Hari terakhir magang, kuhabiskan berkaraoke dan makan malam bersama dengan seluruh teman - teman di Sitoes Indonesia.Terima kasih, Sitoes Indonesia...

Sunday, October 23, 2011

Internship oh Internship... part 2



Liburan semester 6 pun usai. Saatnya para fikomers generasi ke-8 terpencar untuk menjalankan magang. Aku pun menjalankan tanggung jawabku. Dengan sambutan hangat para karyawan di Sitoes Indonesia, aku menjalani hariku dengan langkah tegap. Senyuman terbaik kuberikan hampir setiap hari. Waktu 483 jam pun berlalu dengan beragam kisah di baliknya. Bosan, lelah hingga bagian yang menyenangkan terjadi.

Minggu pertama
Memulai sesuatu yang belum pernah kulakukan sebelumnya, menyusun sebuah identitas perusahaan dalam company profile adalah tugas pertamaku. Cukup dengan perkenalan teman - teman kantor, aku pun mengeluarkan bolpen dan kertas, memulai mengumpulkan data. Wawancara dengan pimpinan. Membuat perkiraan isi dari company profile yang akan kubuat menjadi kebingungan yang mengasyikkan.

Minggu kedua

Bercerita dengan teman - teman seperjuangkan melalui blackberry messenger menjadi obat yang melegakan untukku. Bercerita apa yang terjadi selama magang mereka benar - benar mengasyikkan. Hingga akhirnya, aku tenggelam dengan percakapan itu. Tanpa sadar, aku harus menyelesaikan company profile perusahaan. Karyaku direvisi berulang kali. "Kapan ini akan selesai?" menjadi pertanyaan yang keluar dari mulutku. Setiap hari aku harus menjalankan hal yang sama. Detil demi detil kuperiksa, kubaca, kuperbaiki. Hasilnya? Pimpinan masih memberikan revisi seabrek pada karyaku. Hingga pada satu titik jenuh, aku bertanya pada diriku, "apa yang salah dengan karyaku?" Dengan sabar, kuperbaiki kesalahanku. Hingga akhir minggu, pimpinan mengatakan, "Aku rasa sudah cukup." Aku pun berteriak kegirangan sampai di rumah.

Minggu ketiga

Ketika mulai dekat dengan para karyawan, aku memberanikan diri membaca tanda tangan mereka, sesuai ilmu karakter yang kupelajari. Sejenak melepas kejenuhan melalui komunikasi layaknya teman. Mendengarkan setiap keluhan dan masalah yang mereka hadapi, lantaran pimpinan yang berbeda karakter dengan mereka menjadi hal yang menyenangkan. Aku juga belajar merasakan apa yang salah satu teman kantorku rasakan. Ketika desainnya kurang memuaskan pimpinan, dia harus melakukan photo session dengan garam serta merica butir. Menatanya satu per satu hingga menghasilkan gambar yang memuaskan ternyata sangat melelahkan. Aku ikut ambil bagian dalam hal ini. Menyenangkan untukku.

Minggu keempat
Sebulan telah berlalu. Lebih dari 100 jam telah terlewati. Aku dan teman - teman seangkatan merasakan rasa yang sama. Kangen dengan kuliah. Status yang dipasang teman - temanku berisi hal yang sama "Kangen kuliah". Aku pun sama. Merindukan kehidupan kampus yang ramai, merindukan laporan - laporan, merindukan bersaing untuk mendapatkan buku - buku referensi yang sesuai untuk laporan, berlari - lari di sekitar kampus, bercanda dengan dosen - dosen kami. Semua hal yang biasa kulakukan dengan teman - temanku. Bergila bersama. Sangat ingin kembali ke semester - semester sebelumnya. Minggu ini aku merasakan adanya kejenuhan dalam magangku.

Minggu kelima

Tugas baruku pun dimulai. Tugas ketiga yang harus kuselesaikan segera dimulai. Masih berkutat dengan tulis- menulis. Hanya, kali ini yang berbeda adalah materi yang kutuliskan. Aku belajar membuat sistem untuk perusahaan. Berdiskusi dengan pimpinan mengenai hal ini tak habis - habisnya. Mendapatkan teguran karena terlalu cepat mengumpulkan tugasku adalah hal baru lain yang kudapatkan. Minggu - minggu ini aku merasa sangat dekat dengan teman - teman kantorku. Hampir setiap hari, kami memulai kegilaan kami saat mendekati jam pulang. Kami sebut kebiasaan ini sebagai injury time. Kami bisa menghabiskan satu jam untuk bercanda tak jelas, membicarakan hal yang kurang penting dan bergosip pada saat ini. Setiap hari mereka menantikan saat -saat ini. Saat di mana mereka bisa sejenak menghilangkan kepenatan mereka.


Internship oh Internship... part 1

Sebuah proses yang harus kami lalui sebagai mahasiswa di Ilmu Komunikasi Petra adalah magang. Dua kali magang membentuk kami menjadi pribadi yang siap untuk terjun dalam dunia kerja. Dengan bekal ilmu yang kami dapat di kampus, kami harus menerapkannya dalam dunia yang "asing" untuk kami. 440 jam bukanlah waktu yang singkat. Kami "dititipkan" pada tempat yang tidak kami kenal.

Sebelum magang, proses kebingungan mencari tempat magang menjadi sesuatu yang menggemparkan seluruh kampus. Pertanyaan, "kamu magang mana?" menjadi topik yang lebih menarik daripada "Topik magangmu apa?" Awalnya, aku sangat ya
kin aku akan diterima di sebuah perusahaan besar, yang nantinya akan kujadikan target pertama untuk bahan skripsiku. Proposal sebaik mungkin, dilengkapi dengan portofolio yang menunjukkan "kehebatan" akademis dan non akademisku, sudah kukirimkan. Dengan percaya diri, aku menjawab pertanyaan mengenai tempat magangku dengan, "Aku sudah mengirimkan proposalku ke mall ini dan perusahaan telekomunikasi itu. Tinggal tunggu hasil." Melihat wajah temanku yang terpesona adalah sebuah kesukaan bagiku. Betapa sombongnya aku saat itu.

Tuhan meruntuhkan semua kesombonganku itu dengan kalimat "Proposal Anda telah kami terima. Tapi, kami masih belum membutuhkan mahasiswa magang" dari HRD perusahaan - perusahaan itu. Kedua perusahaan yang kutargetkan telah menolakku. Hatiku runtuh dan kacau saat itu. Sempat protes pada Tuhan, mengapa teman - temanku yang lain bisa diterima perusahaan besar dan aku tidak? Berjuang dan berdiskusi bersama teman seperjuanganku, There dan Nciss menjadi pelampiasan kekesalanku.

Mencari banyak cara untuk menemukan tempat magang bukanlah hal yang mudah. Ditambah dengan kehilangan waktu satu minggu, karena hadiah luar biasa dari Tuhan, ternyata juga membuyarkan pemikiran dan usahaku mencari tempat magang. Berkutat dengan nomer telepon dan relasi - relasiku menjadi cara terakhir. Akhir Mei 2011, Tuhan menjawab doaku. Dia siapkan satu tempat magang untukku.

Tuhan mengikis kesombonganku dengan menempatkanku di sebuah perusahaan yang untuk bermegah diri pun aku tidak bisa. Perusahaan dengan karyawa
n hanya 5 orang pada awalnya menjadi pilihan terakhir untukku. Perusahaan yang baru saja berdiri dua tahun, tanpa sistem dan hampir tak punya identitas jelas (company profile). Ekspresi kaget teman - teman dan dosen menjadi makananku sehari - hari sejak itu.

"Kamu magang mana, Pau?" "Aku di Sitoes Indonesia." "Hah? perusahaan apa itu?"
adalah pertanyaan yang harus kujawab setiap hari. Menjelaskan mereka di mana aku magang. Mereka sangat kaget dengan keputusanku itu. Mereka sangat menyayangkan aku melewatkan kesempatan magang di perusahan besar di Jakarta, seperti There, sahabatku yang
mendapatkan tempat magang di Indofood, Jakarta.

Hingga seorang teman datang dan meyakinkan aku, "Aku tau tidak mudah untuk menjalankan magang di perusahan kecil. Tapi, cobalah bawa pembaruan buat mereka." Keyakinan akan pilihanku makin bertumbuh sejak kata - kata itu diluncurkan dari mulut Ce Dhiah, kakak kelasku. Tuhan memantapkan pilihanku dengan uluran tangan dari pimp
inan perusahaan yang kemudian mengatakan, "Okay, see you on August 8!" Dan di sinilah aku sekarang. Belajar jadi karyawan kecil yang memulai segalanya dari bawah!



Sunday, May 29, 2011

Seattle From The Top Part 2

Kau pasti sudah menunggu apa yang akan kutuliskan berikutnya tentang Seattle. Baik, marilah kita lanjutkan... Seattle termasuk salah satu kota yang berpendidikan. Seluruh warganya minim memiliki gelar diploma. Universitas – universitas besar dengan berbagai pilhan jurusan tersedia. Bahkan, untuk mendalami gamelan pun ada di ethnomusicology University of Washington (U-W, baca: Yu-Dab). Diajarkan oleh Christina Sunardi sebagai asisten professor. Yang luar biasa, Christina berasal dari California namun jika diminta berbahasa Indonesia, beliau akan bicara dengan bahasa Indonesia yang kental dengan aksen Jawa. Orang yang ceria, selalu tersenyum dan hangat! Setiap perguruan tinggi memiliki student dormitory bak hotel bintang lima! Sangat nyaman, keren dan besar. Kami terperangah begitu memasuki salah satunya di Seattle University.

Pendidikan menjadi sangat penting bagi mereka. Pendidikan didapat
gratis di sana. Pajak yang ditarik dari warga disalurkan untuk infrastruktur dan pendidikan. Oleh karena itu, penduduk sana akan belajar dengan giat untuk mendapatkan ilmu. Pendidikan di sana tidak jauh beda dengan Indonesia. Yang berbeda hanyalah sikap mahasiswanya. Jika di Indonesia, dosen yang akan mencekoki kita dengan berbagai konsep, di sana terbalik. Mahasiswa yang akan mencekoki dosen dengan berjuta pertanyaan mengenai konsep yang ia baca hingga beradu argument dengan dosen. Suasana dinamis terjalin di dalam kelas. Kelas akan menjadi seru dan menarik.

Kebiasaan membaca juga sangat tinggi. Public lib
rary pun tak pernah libur didatangi oleh pembaca – pembaca buku. 30 ribu koleksi buku masih tersimpan rapi. Bahkan, public library sekalipun dikelola oleh orang – orang yang ahli dalam hal pustaka. Peralatan canggih seperti mesin pengembali buku yang akan menaruh buku yang kau pinjam langsung ke dalam rak juga ada. Tak heran, jika public library menjadi tempat yang patut kami kunjungi, sebagai motivasi bagi kami untuk membaca buku layaknya mahasiswa Seattle yang suka mencari ilmu lebih dahulu. Hehehe ^^

Yang membuat terkesima adalah tempat sederhana bisa menjadi tempat pariwisata yang luar biasa. Pasar tradisional pun menjadi atraksi. Hanya bermodal melempar ikan besar, itu menjadi daya tarik wisatawan yang hadir. Hanya sebuah tembok dengan tempelan permen karet di sudut – sudutnya itu menjadi objek foto wajib. Sebuah museum yang hanya memajang pesawat itu juga hal yang menarik. Kedai tua yang legendaris juga menjadi tempat pariwisata wajib. Mengapa? Karena dirawat dengan baik dan dikelola dengan baik dan dijaga kebersihannya.



Perusahaan besar lain
yang berpengaruh di Seattle adalah Boeing, produsen pesawat nom
er satu di dunia. Bahkan, pesawat yang kami naiki pun juga adalah produksi Boeing. Perusahaan ini sangat istimewa. Mereka membuka diri untuk dilihat proses produksinya. Begitu menakjubkan! Aku ingin meneteskan air mataku, terharu melihat begitu luar biasanya mereka. Membuat mimpi seseorang menjadi nyata hanya dengan sebuah alat transportasi yang membawamu terbang ke tempat tujuan hanya dengan beberapa jam. Kekaguman kami diakhiri dengan sebuah kalimat,"If it’s not Boeing, I’m not going…”



Suhu udara berkisar 10 derajat celcius ternyata tidak membuat gunung es di sana tidak mencair. Snoquailmie, salah satu tempat ski di Seattle tidak kalah memesona. Salju yang masih putih menghiasi pegunungan – pegunungan. Jalanan yang dihiasi dengan pemandangan yang indah membuat mata tidak bisa terpejam. Bermain salju untuk pertama kalinya merupakan pengalaman luar biasa yang Tuhan berikan pada kami. Mengabadikan momen – momen yang tidak pernah kami rasakan di Surabaya adalah salah satu hal wajib di sana.

Banyak hal yang kudapatkan dari Seattle. Tidak pernah terpikir olehku mendapatkan berkat yang luar biasa, belajar banyak di negeri Paman Sam. Lima hari menjelajahi kota luar biasa ini bukanlah waktu yang cukup. Hari keenam kami lewati dengan mengucapkan “See you, Seattle!!!” dari angkasa. Meninggalkan kota penuh pengalaman dan pelajaran dengan senyum dan harapan. Suatu saat, kami harus ke sana lagi, belajar lebih banyak dan kami bisa membagikan lebih banyak lagi.

Dari angkasa, kami mengucapkan terima kasih kepada Tuhan yang memberikan berkat ini pada kami. Mengingat semua pemberian dari Jawa Pos, dukungan dari keluargaku, kerelaan hati sang kekasih (maklum, dia cukup berat membiarkanku pergi selama seminggu hampir tanpa komunikasi, karena perbedaan waktu yang signifikan, 14 jam) yang mengizinkan aku pergi berpetualang ke negara asing, belajar banyak hal baru. Berterima kasih juga pada Tuhan karena memberikan sebuah keluarga baru yang hangat dan menerima kami dengan senyuman, SSSCA. Petualangan – petualangan baru yang dirangkaikan bagi kami, menjadi pendamping kami, menjadi keluarga kami, menjadi ‘tukang foto’ kami, dan yang paling tak terlupakan, pesta perpisahan yang mengharukan menjadi sebuah kenangan bahwa kami pernah punya keluarga di Seattle. Meninggalkan kota indah yang Tuhan ciptakan ini, meninggalkan Space Needle, Starbuck Centre, Westfield Mall, Safeco Field, Snoqualmie, Portland, Boeing dan meninggalkan suasana malam di Seattle yang penuh dengan gemerlap membuat kami semakin tidak ingin pulang.

Namun, Tuhan berkata lain. Dia bilang, “Anak – anakku, kalian baru saja Kuizinkan mendapatkan pengalaman dan berkat di sini. Sekarang, tugasmu adalah ceritakan apa yang kamu lihat, bagikan dan katakan pada mereka bahwa suatu saat tiba giliran mereka mendapatkan berkat yang sama, seperti kalian.” Petualangan pun berakhir di pelukan kota Surabaya dan sambutan hangat dari sanak keluarga, teman dan dosen. Semua yang kudapat di Seattle menjadi sebuah cerita tersendiri yang tidak akan pernah kulupakan. Kau pun bisa mendapatkan pengalaman yang sama. Kau pun punya peluang yang sama. Jika kau mendapatkannya, coba bagikanlah pada orang lain. Biarkan apa yang kau bagikan menjadi berkat bagi orang lain pula. ^^